Penjelasan mengenai teknologi pembakaran calciner-kiln di industri semen adalah sebagai berikut:
1. Metode Penentuan Kelebihan Udara Pembakaran (Excess Air) :
Udara yang
diperlukan untuk pembakaran pasti mengandung udara berlebih (Excess Air). Excess air
merupakan parameter yang sangat penting dalam penentuan suplay bahan bakar dan
kebutuhan udara pembakaran serta untuk perhitungan energi gas hasil pembakaran
bahan bakar baik di kiln maupun di preheater. Kelebihan udara pembakaran di
kiln dituliskan dengan Excesskiln, kelebihan udara pembakaran
di preheater dituliskan dengan Excessd, dan kelebihan udara pembakaran
total di kiln dan preheater dituliskan dengan Excesstot.
a.
Menghitung excess air di
kiln (excessk)
Jika kadar karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur, dan oksigen yang
terkandung dalam coal masing-masing adalah C, H, N, S,dan O, sedangkan yang
terkandung dalam IDO atau HFO adalah C1, H1, N1, S1, dan O1, dan laju bahan
bakar batubara dan minyak yang dibakar dikiln per kg klinker adalah Mbbkiln dan
Moilk, maka jumlah mol perkilogram klinker untuk komponen bahan bakar tersebut
yang diijeksikan ke kiln dapat
dihitung sbb :
cx = (C / 1200
* Mbbkiln + C1 / 1200 * Moilk) (12)
hy = (H / 100
* Mbbkiln + H1 / 100 * Moilk) (13)
nz = (N / 1400
* Mbbkiln + N1 / 1400 * Moilk) (14)
sp = (S / 3200
* Mbbkiln + S1 / 3200 * Moilk) (15)
oq = (O / 1600
* Mbbkiln + O1 / 1600 * Moilk) (16)
a = cx + hy / 4 + sp - oq / 2 (17)
Jumlah mol total gas hasil pembakaran di kiln adalah :
A + 4,762 b
dengan :
A =
cx + hy/2 +sp + 3.762 a + nz/2 + co2rkiln + H2Obbkiln (18)
dimana :
co2rkiln adalah CO2
hasil kalsinasi kiln feed di kiln, dirumuskan sebagai:
co2rkiln = ((1 -
percalduct) * CO2)/22,4 [mol/kg klinker] (19)
H2Obbkiln (dinyatakan
dalam [mol/kgcl]) adalah uap air yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar coal dan IDO di kiln, dirumuskan :
H2Obbkiln = ((air / 100) *
Mbbkiln + (air1 / 100) * Moilk)/18 (20)
Dengan mengacu pada persamaan (5), maka
diperoleh harga b yaitu :
(21)
dimana %02k adalah kadar
oksigen dalam gas buang hasil analisis Orsat pada outlet kiln (biasanya ditunjukkan di CCR).
Dengan
demikian Excessk dapat dihitung
sebagai berikut :
Excessk = b / a x 100 % (22)
yaitu prosentase excess air di kiln terhadap
udara stoikiometrinya.
b.
Menghitung excess air total
di preheater dan kiln (Excesstot)
Perhitungan
ini berlaku untuk proses pembakaran di kiln string. Artinya injeksi bahan bakar
di Calciner atau PC Duct yang mendapat aliran udara dan gas panas dari kiln.
Sedangkan untuk Calciner string yang terpisah (separate line), perhitungan
excess airnya sama dengan di kiln.
cx1 = (C /
1200 * Mbbduct + C1 / 1200 * Moild) (23)
hy1 = (H / 100
* Mbbduct + H1 / 100 * Moild) (24)
nz1 = (N /
1400 * Mbbduct + N1 / 1400 * Moild) (25)
sp1 = (S /
3200 * Mbbduct + S1 / 3200 * Moild) (26)
oq1 = (O /
1600 * Mbbduct + O1 / 1600 * Moild) (27)
a1 = cx1 + hy1 / 4 + sp1 - oq1 / 2
(28)
Jumlah mol gas hasil pembakaran di preheater dengan menggunakan udara sisa
dari kiln dan udara primer bahan
bakar yang diinjeksikan ke preheater
adalah :
B + 4,762 (b1 + a2)
dimana :
B = cx1 + hy1 / 2 +
sp1 + 3.762 a + nz1 / 2 (29)
a2 adalah mol udara primer yang dimasukkan ke Calciner burner atau PC duct
burner.
Jumlah mol total gas yang keluar dari preheater :
A
+ B + 4,762 (b1 + a2) + co2rduct + H2Obbduct + (H2OR/100*KF*24 / prodcl) (30)
dimana :
a. co2rduct adalah mol CO2 hasil kalsinasi kiln feed di preheater per kg klinker
b. H2Obbduct adalah mol uap air yang dihasilkan oleh pembakaran bahan
bakar batu bara (coal) dan IDO di kiln per kg klinker.
c. H2OR adalah prosentase kandungan uap air dalam kiln feed yang diumpan ke preheater.
Dengan demikian didapatkan harga (b1 + a2) yaitu :
dimana %02d adalah kadar
oksigen dalam gas buang hasil analisis orsat pada outlet preheater. Sedangkan
(b1 + a2) (O2 + 3,762 N2) adalah kelebihan udara
setelah dipakai untuk membakar bahan bakar di kiln dan preheater. Jadi
untuk sistem kiln dan preheater, prosentase kelebihan udara
dapat dihitung sbb :
(32)
c.
Menghitung excess air di Inline Calciner atau PC duct (excessd) saja
b3 = b + a - b1
dan persentase kelebihan udara dapat
dihitung sebagai berikut :
(33)
2. Nyala api dan temperatur api
Api
merupakan campuran gas-gas hasil pembakaran yang panas atau bertemperatur
tinggi dimana nyala api merupakan faktor utama dalam teknologi pembakaran calciner-kiln di industri semen. Temperatur gas yang tinggi diperoleh dari kalor yang dihasilkan oleh pembakaran
bahan bakar. Kalor tersebut dipergunakan untuk meningkatkan temperatur atau
memanaskan gas-gas hasil pembakaran sehingga temperaturnya menjadi tinggi.
Apabila dianggap tidak ada panas yang hilang kecuali hanya untuk memanaskan
produk pembakaran serta jumlah udara yang dibutuhkan pas atau sama dengan
kebutuhan udara stoikiometriknya, maka temperatur akhir gas-gas hasil
pembakaran merupakan temperatur adiabatik atau temperatur teoritik. Secara
teoritik tempertur adiabatik ini dapat dihitung berdasarkan persamaan kekekalan
energi. Temperatur api tergantung pada panas spasifik bahan bakar, komposisi
bahan bakar serta temperatur udara yang dipergunakan untuk proses pembakaran.
Semakin tinggi temperatur udara yang dipergunakan untuk pembakaran semakin tinggi
pula temperatur teoritik api yang dihasilkan. Namun demikian temperatur udara
ini tidak dapat secara langsung ditambahkan begitu saja bila kita ingin
memperkirakan temperatur api teoritik antara memakai udara bertemperatur dingin
dengan udara bertemperatur tinggi, karena pada temperatur yang lebih tinggi CO2
dan airakan berdisosiasi dengan derajad disosiasi yang lebih tinggi dan selama
proses disosiasi akan menyerap panas. Oleh karena kompleksnya proses
pembakaran, barangkali akan lebih sederhana bila diterangkan urutan proses
pembakaran bahan bakar hingga diperoleh temperatur gas produk pembakaran yang
tinggi. Urutan proses pembakaran tersebut antara lain:
a. Pemanasan bahan bakar di ruang bakar
(misalnya burning zone di kiln). Pemanasan ini terjadi karena temperatur bahan
bakar dan udara primer yang keluar dari burner tip lebih rendah dibanding
lingkungannya dimana dia disemprotkan. Jadi pemanasan ini terjadi dengan
mekanisme radiasi dan konveksi dari ruang bakar ke bahan bakar. Sumber panas
untuk pemanasan bahan bakar berasal dari tiga tempat yaitu dinding ruang bakar
(secara radiasi), api yang sudah terbentuk sebelumnya (secara radiasi), dan
temperatur udara sekunder. Perpindahan panas ini diteruskan dari permukaan
bahan bakar yang biasannya untuk batubara tertutup oleh abu menuju ke bagian
bahan bakar yang akan bereaksi secara konduksi. Apabila ukuran butir bahan
bakar semakin kecil, pada umumnya proses perpindahan panas ini berlangsung
semakin cepat. Perpindahan panas atau pemanasan ini berlangsung terus hingga
temperatur bahan bakar mencapai temperatur nyalanya dimana reaksi pembakaran
mulai terjadi.
b. Reaksi kimia pembakaran. Setelah
temperatur bahan bakar mencapai temperaturnyalanya, unsur yang dapat terbakar
akan mulai terbakar karena bertemu dengan oksigen yang berada di udara sekitar
bahan bakar. Reaksi ini terjadi khususnya untuk C, H2, dan S degan
oksigen O2 dan membentuk CO2, CO, H2O, dan SO2
sambil terbentuk kalor yang dipergunakan untuk meningkatkan gas hasil
pembakaran.
c.
Proses selanjutnya adalah keluarnya gas
produk pembakaran dari tempat terjadinya reaksi menuju permukaan luar dan
bercampur dengan gas yang sudah ada diskitar bahan bakar. Proses difusi ini
berbeda antara satu jenis bahan bakar dengan bahan bakar yang lain dan
kandungan abunya juga mempengaruhi karena biasanya abu akan menutup permukaan
bahan bakar.
d. Proses terakhir adalah adanya perubahan
komposisi gas produk pembakaran akibat adanya proses disosiasi dan mekanisme
reaksi lainnya yang sangat kompleks termasuk reaksi terbentuknya NOx.
Perlu
dicatat bahwa nilai temperatur nyala dari batubara berkisar antara 450 hingga
600 oC, untuk bahan bakar minyak berkisar antara 300 – 550 oC,
dan untuk bahan bakar gas sekitar 600 hingga 700 oC. Sedangkan
temperatur api toritik untuk batubara sekitar 2150 oC, sedangkan
untuk bahan bakar minyak dan gas berkisar pada 2120 oC dan 2050 oC.
Karena tingginya temperatur api erat kaitannya dengan panjang gelombang sinar
nyalanya, maka adanya distribusi temperatur api akan mengakibatkan adanya pula
bentuk api. Bentuk api ini perlu diperhatikan dalam operasi kiln karena erat
kaitannya dengan kualitas klinker yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh
reaksi klinkerisasi yang sangat erat kaitannya dengan temperatur sekitar dimana
reaksi tersebut berlangsung. Bentuk nyala api dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain:
a. Temperatur udara pembakaran yang erat
kaitannya dengan rekuperasi panas di cooler karena biasanya udara pembakaran
sekunder diambil dari cooler.
b. Jumlah kelebihan udara yang
dipergunakan dalam proses pembakaran. Jumlah udara berlebih yang terlalu
sedikit akan mengakibatkan bentuk nyala api panjang karena lamanya untuk
mencapai reaksi sempurna.
c. Laju pencampuran antara bahan bakar dan
udara pembakaran. Parameter ini juga mempengaruhi laju pembakaran itu sendiri.
Semakin baik proses pencampuran antara bahan bakar dan udara semakin meningkat
pula laju pembakarannya.
d. Tipe burner yang dipergunakan.
e. Jenis dan kualitas bahan bakar yang
akan dibakar.
Untuk memenuhi
beberapa hal di atas agar bentuk nyala api di dalam kiln baik , perlu kiranya
dilakukan kontrol pembakaran antara lain:
a. Memilih batubara berkualitas baik
misalnya kadar abu rendah, kadar belerang rendah, volatile matter cukup (tidak
terlalu tinggi atau terlalu rendah), dan lain-lain.
b. Memperkaya udara primer sampai batas
tertentu
c. Meningkatkan pencampuran dengan cara
memperbaiki turbulensi aliran dengan mengatur burner tip.
d. Menjaga perbandingan antara bahan bakar
dan udara yang ideal dengan cara mengontrol kadar oksigen di inlet kiln.
e. Menaikkan temperatur udara primer dan
sekunder.
Selain
hal-hal di atas, hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengaruh batubara
terhadap klinker dan coating yang antara lain terkait dengan komposisi abu,
suasana di burning zone, dan bentuk nyala. Baiklah akan diuraikan satu-persatu:
a.
Pengaruh abu:
Abu
bersifat asam yang cukup ekstrem jika dibandingkan dengan klinker. Oleh karena
itu abu harus dianalisis agar kita dapat merancang komposisi rawmix yang sesuai
untuk mengimbangi sifat abu. Abu terlalu asam yang tidak diimbangi akan
menyebabkan fasa cair klinker memiliki kekentalan tinggi sehingga berpengaruh
negatip terhadap proses pembakaran sendiri.
b.
Suasana burning zone:
Sebaiknya
diusahakan agar suasana di burning zone dalam kondisi oksidasi, artinya pada
keadaan normal kandungan oksigen di inlet kiln berkisar 1 – 3 % dan CO sekitar
0,01%. Jika kandungan oksigen terlalu rendah maka kadar CO akan meningkat
karena pembakaran menjadi kurang sempurna. Isamping itu akan kehilangan panas
karena nilai kalor berkurang sehingga beberapa akibat dapat timbul seperti:
- Temperatur nyala turun
- Daerah transisi bergeser ke depan menuju burning zone, sehingga memungkinkan raw meal masuk ke daerah burning zone dan untuk beberapa saat coating akan drop karena adanya perubahan panas. Liter weight klinker turun dan kiln menjadi dusty, akhirnya banyak debu yangkembali ke kiln dari cooler sehingga menganggu kondisi burning zone.
c.
Bentuk nyala:
Bentuk
nyala erat kaitannya dengan temperatur api sehingga akan berpengaruh terhadap
perpindahan panas radiasi ke raw meal yang akhirnya berpengaruh terhadap
kualitas klinker.
Tolok ukur yang
biasanya dipakai dalam operasi pembakaran kita baik antara lain:
1.
Konsumsi panas normal
2.
Produksi klinker sesuai yang diharapkan
3.
Distribusi temperatur shell kiln yang
mencerminkan distribusi gas dan material di dalamnya dalam kondisi optimum.
3. Teknologi Burner
Api
yang terbentuk di dalam kiln misalnya, sangat tergantung salah satunya pada
tipe burner yang digunakan dan pencampuran antara bahan bakar, udara primer dan
udara sekunder karena dalam teori api dalam kiln digolongkan pada diffusi.
Diffusi nyala api artinya adalah bahwa antara bahan bakar dan udara pembakaran,
khususnya udara sekunder, dimasukkan ke ruang bakar secara terpisah.
Pencampuran antara bahan bakar, udara primer dan udara sekunder dihasilkan oleh
adanya energi kinetik masing-masing saat memasuki ruang bakar. Namun di dalam
praktek hanya energi kinetik dari udara primer yang dapat diatur, sedangkan
lainnya mengikuti atau sangat sedikit variasi pengaturannya. Energi kinetik
biasanya dirumuskan berdasarkan momentum yaitu:
Momentum =
Lp x V ( dalam %xm/s)
Dimana
Lp adalah % udara primer dan V adalah kecepatan pada burner nozle (m/s).
Pengalaman FL Smidth mengatakan biasanya untuk memperoleh api optimum diperlukan
momentum sebesar 1400 (% x m/s). Namun pada kenyataannya nilai momentum ini
memiliki batasan praktis karena jumlah udara primer terbatas mengingat agar
selalu dicapai pemanfaatan energi semaksimal mungkin. Kecepatan pada nozle
merupakan fungsi dari tekanan blower yang ada. Dengan demikian pemilihan dan
penyetelan burner bukanlah hal yang mudah. Beberapa persyaratan burner antara
lain:
1. Cocok dengan konsumsi udara primer yang
diperlukan dengan memakai bahan bakar yang diinginkan (tipe dan kualitas bahan
bakar).
2. Kalau mungkin serendah mungkin konsumsi
udara primer yang diperlukan untuk menjaga optimumnya pemakaian bahan bakar
secara keseluruhan.
3. Mudah dan tersedia kemungkinan yang
banyak untuk menyetel agar diperoleh kemudahan mengontrol api.
4.
Cocok dengan instalasi blower/fan serta
instalasi lainnya yang ada.
5. Memungkinkan membakar bahan bakar
kombinasi atau dapat menampung variasi kualitas bahan bakar yang cukup lebar.
6.
Memenuhi atau cocok dengan fasilitas
start up yang dimiliki.
Namun
demikian operasi pembakaran dengan burner yang telah dipilih dengan persyaratan
tersebut di atas masih sangat bergantung pada kinerja cooler kita serta
sirkulasi debu di sekitar burner. Khusus untuk pembakaran di kiln burner yang
dipilih hendaknya akan menghasilkan api yang memenuhi beberapa kriteria di
bawah ini:
1. Bata tahan api dalam kiln (kiln brick
lining) tidak akan over heated dan rusak sehingga umur yang optimum dapat
dicapai.
2. Temperatur dan bentuk yang dihasilkan
cocok dngan kebutuhan proses klinkerisasi sehingga diperoleh kualitas klinker
yang bagus. Hal ini per;lu kompromi karena temperatur yang tinggi berarti
burning zone akan lebih pendek dan temperatur api yang lebih rendah akan
memerlukan waktu yang lebih panjang untuk proses klinkerisasi yang sempurna.
3. Pembakaran yang sempurna dapat
diperoleh pada biaya operasi yang terendah.
Dari
hal-hal di atas tampak bahwa pemilihan burner dan penyetelan api merupakan
sesuatu yang tidak mudah mengingat banyaknya kriteria yang harus dipenuhi.
Berikut ini diberikan beberapa contoh tentang burner dan karakteristik
masing-masing sebagai gambaran.
a.
Burner untuk bahan bakar gas
Salah
satu contoh burner untuk bahanbakar gas dari FLS diberikan pada gambar 3.
Burner untuk gas ini dapat bekerja pada tekanan gas rendah hingga sekitar 6 bar.
Namun yang perlu diingat bahwa tekanan kerja berhubungan dengan kecepatan
aliran gas di nozzle. Kecepatan aliran ini tidak akan melebihi kecepatan kritis
yaitu kecepatan suara 380 m/s. Kecepatan ini pada prakteknya sudah dapat
dicapai walau tekanan gas hanya sekitar 0,8 bar sehingga tekanan gas yang lebih
tinggi hanya akan menyebabkan adanya kompresi gas. Pada umumnya tekanan kerja
di nozzle berkisar antara 0,4 – 0,8 bar dan kecepatan aliran diatur dengan
mengatur tekanan gas ini.
Pada burner gas FLS tersebut bentuk apidapat distel, karena pada nozzle
aliran gas dibagi menjadi tiga yaitu aliran utama, primer dan sekunder melalui
lubang konis. Rasio antara gas primer dan sekunder dapat diatur dengan mengatur
posisi konis secara aksial. Penyala (igniter) yang berada ditengah berfungsi
ganda yaitu sebagai penyala dan menjaga pembakaran sehingga diharapkan
kestabilan api dapat diperoleh. Hal penting yang perlu diingat bahwa resiko
meledak tetap ada sehingga diperlukan peralatan pengaman seperti interlock pada
katup apabila terjadi kegagalan sumber listrik, fan dan lain-lain. Selain itu
perlu pula instalasi dilengkapi dengan pengaman tekanan berlebih dari gas.
Perkembangan
baru teknologi burner bahan bakar gas adalah centrax seperti diperlihatkan pada
gambar diatas. Burner ini didesain khusus untuk pemakaian udara primer yang sedikit.
Udara primer disupply dari blower.
b.
Burner untuk minyak
Salah
satu contoh burner untuk minyak dari FLS diberikan pada gambar 5, yang mereka
sebut dengan tie uniflow dengan satu alur (single channel). Burner diletakkan
pada bagian tengah dan di luarnya terdapatpipa konsentrik untuk udara primer.
Tujuan utama dari nozzle burner minyak ini adalah untuk membuat kabut minyak (atomize)
dengan ukuran diameter butiran kabut yang cocok dengan proses pembakaran yang
diharapkan dan terdistribusi ke dalam udara sekunder secara baik. Pengkabutan
ini terjadi akibat tekanan tinggi dari pompa minyak, biasanya sekitar 25 bar
dan kadang-kadang bisa mencapai 40 bar. Pada umumnya untuk suatu tekanan tertentu ukuran diameter kabut meningkat dengan
meningkatnya diameter nozzle. Oleh sebab itu desain nozzle sangat penting.
Berikut ini adalah Burner bahan bakar gas tipe centrax :
Berdasarkan pengalaman,
proses pembakaran minyak yang baik sangat dipengaruhi oleh energi kinetik atau
momentum udara primer. Misalnya untuk burner FLS tersebut akan menghasilkan
nyala yang baik bila persentase udara primer adalah sekitar 15% dan kecepatan
udara primer sekitar 90 m/s sehingga momentumnya sekitar 1350 (%xm/s). Seperti halnya burner gas, burner untuk
minyak perkembangannya juga menuju pada prosentase udara primer yang semakin
mengecil agar pemanfaatan konsumsi bahan bakar semakin optimum.
c.
Burner untuk batubara
Karena
hampir seluruh pabrik semen di Indonesia berbahan bakar utama batubara dan tipe
pabrik semennya juga bervariasi, maka tentu saja banyak sekali tipe burner yang
digunakan untuk mebakar batu bara ini yang digunakan di Indonesia seperti
Pillard, FLS (uniflow, swirlax, dan centrax), UBE dan lain sebagainya. Beberapa
gambar dari jenis-jenis burner batubara diberikan dalam lampiran. Apapun jenis burnernya yang lebih penting
adalah bentuk nyala yang dihasilkan untuk batubara yang kita bakar karena
bentuk nyala erat kaitannya dengan kualitas operasi kiln. Pengontrolan
pembentukan nyala sangat kompleks karena disamping tergantung pada mekanisme
bahan bakar dan udara primer yang keluar dari mulut burner, juga dipengaruhi
oleh pencampurannya dengan udara sekunder dan kondisi di dalam kiln itu
sendiri. Terdapat dua alternatif untuk mengatur semburan udara dan batubara
serbuk yang dapat diatur secara terpisah atau sendiri-sendiri, yaitu:
- Komponen kecepatan aksial di bagian dalam dan komponen kecepatan radial di bagian luar yang bertujuan untuk membentuk dua daerah nyala sehingga diperoleh bentuk nyala yang disebut cone flame.
- Komponen kecepatan aksial di luar dan komponen kecepatan radial di dalam yang bertujuan untuk membentuk nyala yang disebut hollow cone flame atau api dengan bentuk tirus tetapi ditengahnya berlubang.
Perbedaan dari kedua bentuk api tersebut akan lebih
mudah apabila diterangkan dengan gambar-gambar seperti berikut ini :
Penjelasan kedua
gambar tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk
cone flame:
Titik
A :
Bagian
luar, komponen radial dari gas menyebabkan nyala terpancar dengan bentuk konis
sehingga pada bagian tengah akan terjadi tekanan yang lebih rendah dan diisi
oleh komponen aliran aksial gas yang menyembur pada bagian tengah.
Titik
B :
Arus
balik dari gas panas hasil proses pembakaran menyebabkan hidrokarbon menjadi
tinggi temperaturnya dan terurai. Pembentukan jelaga hasil pencampuran yang
tidak sempurna dengan udara sekunder akan memperbaiki radiasi dari nyala.
Titik
C :
Terjadinya
perbedaan momentum yang tinggi pada daerah C ini antara gas yang keluar dari
mulut burner dan udara sekunder akan mengakibatkan pencampuran dan pembakaran
sangat cepat sehingga terbentuknya jelaga sangat tipis di daerah ini.
Pemanasan, peruraian dan pembakaran dimulai segera dari permukaan konis dan
sedikit terlambat pada bagian tengah.
Untuk hollow cone flame:
Titik
A :
Komponen
kecepatan aliran radial menempati bagian dalam sehingga menyebabkan
terbentuknya daerah bertekanan rendah yang luas pada bagian dalam nyala.
Titik
B :
Daerah
bertekanan rendah yang lebih luas di bagian dalam akan menyebabkan aliran balik
gas hasil pembakaran sehingga tempat terjadinya temperatur maksimum lebih dekat
ke kiln outlet. Pada waktu yang bersamaan terjadi pula penguraian hidrokarbon
tanpa adanya udara di bagian tengah sehingga terbentuk jelaga yang lebih awal
pada permukaan bagian dalam nyala, sehingga emisivitas maksimum atau
perpindahan panas maksimum terjadi lebih mendekat ke arah kiln outlet.
Titik
C :
Kejadiannya sama dengan cone flame, hanya pada
hollow cone flame persiapan pemanasan bahan bakar terjadi hampir bersamaan
antara bagian dalam dan bagian luar dari hollow cone. Karena adanya peningkatan
pembentukan jelaga maka nyala tipe ini cnderung lebih pendek dengan kerapatan
energi yang tinggi dan lebih terang.
Berdasarkan
sifat nyala dari kedua tipe nyala tersebut, apabila diterapkan pada proses
pembakaran di kiln, maka tipe hollow cone flame dirasa lebih cocok karena
dengan adanya sirkulasi internal dari gas panas menunjukkan kestabilan nyala
yang lebih baik.
4. Perpindahan panas antara gas dan
padatan.
Perpindahan
panas dari api atau gas-gas hasil pembakaran ke rawmeal merupakan salah satu
tujuan dari proses pembakaran agar material rawmeal dapat bereaksi membentuk
klinker dengan kualitas yang baik. Namun sayangnya temperatur gas yang tinggi
tidak selalu menghasilkan perpindahan panas dari gas ke material rawmeal yang
terbaik. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar perpindahan panas terjadi
secara radiasi. Hanya sekitar 10% saja perpindahan panas berlangsung secara
konveksi. Laju
perpindahan panas radiasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Q [kW/m2] = e x k x
T4
dengan
e adalah emisivitas nyala (maksimum bernilai 1), k adalah konstanta Stefan
Boltzman dan T adalah temperatur nyala dalam Kelvin. Dalam praktek tidak
mungkin meningkatkan T dengan diikuti e yang tinggi, karena pada saat yang sama
dengan kenaikan T nilai e akan menurun. Jadi laju perpindahan panas Q biasanya
maksimum pada temperatur yang tidak terlalu tinggi namun masih di atas
temperatur klinkerisasi (sekitar 1450oC). Untuk pembakaran batubara
nilai e mendekati 1 dengan tempertur api yang tidak terlalu tinggi, sedangkan
untuk pembakaran minyak nilai e pada api yang dihasilkannya berkisar antara 0,7
hingga 0,9 dan kadang bisa turun hingga 0,3, serta untuk bahan bakar gas nilai
e sekitar 0,2 hingga 0,6. Radiasi dari nyala sebagian langsung mengenai
material rawmeal dan sebagian lagi mengenai dinding ruang bakar terlebih dulu
untuk kemudian diradiasikan kembali ke material rawmeal. Namun tidak seluruh
panas yang diterima oleh dinding ruang bakar diradiasikan kembali ke rawmeal,
ada sebagian yang terbuang ke lingkungan. Dengan demikian menjaga agar coating
tetap stabil merupakan hal yang perlu dilakukan sehingga temperatur nyala yang
tinggi tetap dapat dipertahankan agar prosentase radiasi dari dinding ke
material tetap tinggi.
Panas
radiasi dari api dan dinding ini utamanya mengenai permukaan luar dari tumpukan
material. Kemudian panas mengalir ke bagian dalam tumpukan material dengan
lambat sehingga perlu waktu cukup untuk proses klinkerisasi yang sempurna.
Dengan kata lain lambatnya penjalaran panas dari permukaan ke dalam material
mengakibatkan diperlukannya panjang burning zone yang cukup memadai. Putaran
kiln menyebabkan perputaran dan berhamburannya butiran bakal klinker. Hal ini
justru diinginkan agar perpindahan panas dapat berlangsung secara lebih cepat
dan lebih merata. Keseragaman ukuran butiran bakal klinker juga menunjang
proses perpindahan panas ini. Oleh sebab itu ada alasab yang menguntungkan
beroperasi pada putaran kiln yang cukup tinggi untuk mengurangi waktu tinggal
klinker di dalam burning zone.
Demikianlah penjelasan mengenai teknologi pembakaran calciner - kiln di industri semen, semoga bermanfaat bagi pembaca yang berkunjung di blog saya. Untuk mengetahui berbagai hal terkait industri semen, silahkan berkunjung ke blog saya yaitu industrisemen-prosespembuatansemen.blogspot.com.
Semoga sukses selalu.....
Nice info. (y)
BalasHapusterimakasih
HapusBetul betul expert sbg manajer energi
BalasHapusSangat Membantu sekali informasi2 yg di sharing oleh bapak Rahardi Mahardika di blog ini bagi kami karyawan baru Pak...
BalasHapus