Senin, 12 Oktober 2015

Pengolahan Limbah Ground Blast Furnace Slag (GBFS) menjadi Slag Cement

Berikut ini saya sampaikan hasil penelitian mengenai pengolahan limbah Ground Blast Furnace Slag (GBFS) menjadi Slag Cement.



LATAR BELAKANG :

Adanya MoU antara PT Semen Indonesia dengan PT Krakatau Steel terkait kerjasama penggilingan Blast Furnace Slag (BFS) di Cilegon – Banten.
Desain penelitian  menyesuaikan perencanaan pembangunan mixing plant yang akan dibangun sesuai MoU antara PT Semen Indonesia dengan PT Krakatau Steel, dimana BFS digiling sendiri dengan mill khusus dan selanjutnya dicampurkan ke dalam semen Portland Pozolan Cement (PPC) dan Portland Cement Type 1  (PC1) sebesar 20%
Komposisi desain MoU sebagai berikut :
1.          Clinker       : 55%
2.          Trass          : 20%
3.          BFS            : 20%
4.          Gypsum     : 5%


TUJUAN :


a.    Mengetahui pengaruh penambahan BFS sebesar 20% pada kualitas semen terutama terhadap setting time & kuat tekan.
b.    Mencari batasan kehalusan (blaine) semen PC1 maupun PPC dengan kualitas sama dibanding sebelum ditambah BFS
c.   Memperoleh batasan optimal untuk parameter kehalusan semen PC1, PPC dan BFS untuk distandarisasi.
     


 TINJAUAN PUSTAKA :


BFS semen adalah semen yang dihasilkan dengan jalan mencampur dan menggiling BFS hasil dari proses pemurnian biji besi dengan terak menjadi semen. Fungsi BFS semen mirip seperti pada semen pozolan.
Bahan BFS terdiri dari besi, kapur dan silika yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk bahan penstabil. Ada pun faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penggunaan BFS sebagai bahan cementitious (ACI 233R-03) yaitu :
a.               Chemical composition of the GGBFS Slag
b.              Alkali concentration of the reacting system
c.               Glass content of the GGBFS Slag
d.              Fineness of the GGBFR Slag and Portland cement
e.               Temperature during the early phases of hydration process

Menurut ACI 226.1R-87, dilaporkan bahwa penggunaan BFS sebagai cementitious dimulai pada tahun 1774, ketika itu Loriot membuat mortar dengan menggunakan ground granulated blast furnace slag (GGBFS) yang dicampur dengan kapur mati (slaked lime). Penggunaan Slag-lime cements secara komersial dimulai pada tahun 1865 di Jerman, disusul Prancis pada awal tahun 1889.
Kombinasi Blast Furnace Slag (BFS) dengan semen portland pertama kali diproduksi di Jerman pada tahun 1892, Amerika Serikat tahun 1896 dan pada tahun 1980 penggunaan BFS semen mencapai sekitar 20% dari jumlah total semen yang diproduksi di Eropa.
Pada 1950 GGBFS digunakan sebagai bahan dalam produksi semen baik sebagai raw material untuk manufaktur semen portland maupun sebagai cementiitous material yang dicampur dengan semen portland, kapur hidrasi dan gypsum sudah diterima di Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia dan Afrika Selatan.
Pada tahun 2000 produksi slag semen di Amerika utara diperkirakan melebihi 2.000.000 metric tons. Di Amerika Serikat produksi Slag semen diperkirakan melebihi 1.500.000 metric tons, dua kali lipat lebih besar dari produksi pada tahun 1990 sebesar 700.000 metric tons. Dan pada akhir tahun 1990 beberapa perusahaan di Kanada dan Mexico mengexport BFS semen ke Amerika Utara.
Di Indonesia sendiri belum diproduksi semen jenis slag ini, sehingga Departemen Litbang Teknologi & Produk berinisiatif untuk melakukan penelitian pembuatan Slag  semen dimana aplikasinya nanti bisa diharapkan berguna untuk proses kerjasama antara PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. dengan PT Krakatau Steel.





 METODOLOGI PENELITIAN :




1.       BFS yang digunakan merupakan side produk PT Krakatau Posco
2.       Kehalusan BFS dirancang pada blaine 450 ± 10 m2/kg
3.       Penambahan BFS sebesar 20% berat terhadap semen








a)     BFS digiling sampai kehalusan blaine 450 ± 10 m2/kg.
b)  Semen PC1 existing digiling menggunakan ball mill skala laboratorium dengan variasi kehalusan 370, 400, dan 450 ± 10 m2/kg.
c)  Semen PPC existing digiling menggunakan ball mill skala laboratorium dengan variasi kehalusan 370, 400 dan 450 ± 10 m2/kg.
d)   Masing-masing contoh Semen dicampur dengan BFS blaine 450 ± 10 m2/kg dan dimixing dengan perbandingan 80% : 20% sampai homogen dan dilakukan koreksi terhadap SO3 dengan menambahkan gypsum sehingga kadar SO3 dalam semen yang dicampur BFS sama dengan sebelum ditambah BFS.
e)     Dilakukan pengujian fisika dan kimia terhadap masing-masing contoh.



KOMPOSISI PENELITIAN :


 




     Terhadap semen yang ditambah BFS 20% ditambahkan gypsum sebagai koreksi sebanyak 32,0 gram pada jumlah contoh sebesar 4000 gram (atau 0,8%).



 HASIL PENELITIAN :













1.     Dengan kehalusan semen yang meningkat, kuat tekan juga mengalami peningkatan

2.   Dari hasil pengujian setting time diperoleh dengan makin meningkatnya kehalusan semen yang dicampurkan, maka setting time semen akan semakin cepat.
     Untuk semen PPC, blanko semen PPC existing yang digunakan sudah memiliki setting time yang panjang sehingga perolehan hasil setting time pada variabel yang lain pun masih cukup tinggi yaitu lebih dari 200 menit. Dengan kenaikan blaine semen PPC ± 70 m2/kg, setting time semen lebih cepat sebesar 4 – 6 persen dari semula.
3.   Pada setting time semen PC1, peningkatan setting time lebih tinggi dibanding pada semen PPC yaitu dengan kenaikan blaine semen PC1 ± 50 m2/kg, setting time semen lebih cepat sebesar 25 - 35 persen dari semula.
4.    Kuat tekan semen PPC dan PC1 meningkat seiring dengan bertambahnya kehalusan semen. Pada semen PPC, dengan kehalusan semen PPC 408 m2/kg, umur 3 & 7 hari tidak berbeda jauh dibandingkan PPC blanko. Sedangkan dengan kehalusan yang lebih tinggi yaitu 469 m2/kg, kuat tekannya jauh melebihi PPC blanko.
5.   Untuk semen PC1, kuat tekannya meningkat mulai umur 1 sampai 28 hari. Pada kehalusan semen mulai 410 m2/kg, kuat tekan cenderung tidak banyak berbeda dibandingkan dengan kehalusan 379 m2/kg.



Demikian hasil penelitian Pengolahan Limbah Ground Blast Furnace Slag (GBFS) menjadi Slag Cement.

Semoga bermanfaat.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar