Berikut ini saya sampaikan mengenai PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN REDESIGN GEOMETRI CLINKER COOLER MELALUI ANALISA CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS).
LATAR BELAKANG :
Clinker
cooler merupakan alat utama di sistem
produksi klinker. Kegagalan operasi clinker cooler akan menghentikan operasi
produksi klinker. Kerusakan bullnose
adalah
salah satu
dari permasalahan potensial yang terjadi
di sistem
kiln.
Bullnose
adalah ujung atap cooler yang melekuk mengarah ke kiln hood. Kerusakan yang
sering terjadi adalah pecah dan terlepasnya castable, serta keroposnya struktur
penyangga refractories sehingga atap cooler terbuka/berlubang. Terhentinya
produksi klinker akibat kerusakan bullnose menyebabkan opportunity loss
yang besar. Pada kiln besar, untuk setiap satu hari akan kehilangan senilai
sekitar Rp 10
milyar per kiln.
Berikut
catatan down time kiln akibat kerusakan bullnose di pabrik Tuban;
-Kiln Tuban 3 tahun 2011, frekuensi
1 kali
-Kiln Tuban 1
tahun 2013, frekuensi 1 kali
-Kiln Tuban 2
tahun
2013,
frekuensi
1 kali
-Kiln Tuban 1
tahun
2014,
frekuensi
1 kali
-Kiln Tuban 3 tahun 2014,
frekuensi
1 kali
Selain
itu perbaikan/pemeliharaan bullnose juga dilakukan saat kiln stop sesuai jadwal
overhaul atau karena akibat lainnya.
Beberapa
usaha perkuatan bullnose sudah membawa perbaikan performance, namun upaya improvement akan
terus dilakukan untuk meminimalisasi opportunity loss. Memperhatikan
performance bullnose dan rancangan geometri kilnhood
&
tertiary air duct Tuban 4 maka akan
dikaji kemungkinan memodifikasi rancangan yang sama untuk pabrik-pabrik lainnya
melalui analisa CFD (computational fluid
dynamics).
RUMUSAN MASALAH :
1.Kerusakan
bullnose yang berulang berpotensi menimbulkan opportunity
loss yang
besar akibat
berkurangnya volume produksi dan tambahan biaya
pemeliharaan.
Kerusakan bullnose diduga kuat akibat beban panas extrim dari temperature dan volume
udara tertiary yang tinggi.
2.Di
SMIG terdapat 6 dari 9 kiln besar yang memiliki rancangan tertiary air duct
sama, dimana intake-tertiary air duct (TAD) terpisah dari kilnhood. Kiln dengan
rancangan TAD seperti ini memiliki catatan performance bullnose yang buruk.
3.Kiln
Tuban 4, Tonasa 5 dan TLCC dirancang dengan intake-TAD menyatu kilnhood, dan
memiliki
catatan performance bullnose yang baik. Dan sejauh ini clinker cooler TLCC
tidak pernah mengalami kerusakan sejak beroperasi tahun 2009.
4.Ide
penelitian ini adalah melakukan analisa CFD pada model intake-TAD
Tuban 4 dan kemungkinan penggunaan rancangan yang sama untuk sistem
clinker cooler Tuban 3 dan pabrik-pabrik lain melalui
perlakuan modifikasi.
5.Dasar
rancangan adalah memadukan rancangan sistem cooler
Tuban 2 dengan rancangan
kilnhood
Tuban 4.
TUJUAN PENELITIAN :
1.Menggunakan
simulasi
CFD untuk melihat dan mempelajari lebih dalam akar permasalahan terjadinya
kerusakan di atap dinding “Bull-nose” dan juga fenomena “red river” di Pabrik
Semen Indonesia yang terletak di Tuban.
2.Mengidentifikasi
beberapa
kemungkinan alternatif perubahan geometri maupun material yang dapat
mengatasi/menghindari kerusakan di atap dinding “Bull-nose”. Simulasi akan
dilakukan dengan memakai kecepatan aliran clinker yang “normal” dan “peak”.
3.Simulasi
CFD
akan digunakan untuk mempelajari pengaruh perubahan volume dan
distribusi udara pendingin yang masuk ke
cooler dalam
proses pendinginan.
Diharapkan
pendinginan klinker dalam
Cooler dapat dioptimalkan dengan
merubah volume dan distribusi udara
pendinginnya.
4.Memberikan
pelatihan
(training) kepada staf teknik PT Semen Indonesia sebagai bentuk “transfer of
technology” dan untuk mempelajari “know-how” analisa CFD untuk Clinker Grate
Cooler.
METODOLOGI PENELITIAN :
1. Simulasi
CFD untuk konfigurasi awal (kondisi saat ini), meliputi aktifitas;
a. Mengumpulkan semua data geometri (dari CAD maupun 2D drawing) dan kondisi operasional yang meliputi besar aliran terak (clinker flow rates baik “normal” maupun “peak” operation), temperature maupun pressure pada Clinker Grate Cooler .
b. Membuat model geometri 3D dengan menggunakan software CAD .
c. Membuat sel-sel komputasi dengan memakai utility tools dari OpenFOAM.
d. Mempersiapkan boundary conditions, initial conditions, metoda numerik, model turbulensi, dan lainnya di OpenFOAM.
e. Melakukan simulasi CFD dalam server.
f. Melakukan post-processing hasil dari simulasi CFD dengan membuat gambar maupun animasi dari distribusi temperature, kecepatan dan tekanan di beberapa area yang diperlukan seperti di dekat “Bull nose” dll.
g. Melakukan validasi hasil simulasi CFD dengan hasil pengukuran di lapangan.
h. Membuat laporan hasil simulasi CFD dan memberikan rekomendasi peningkatan performasi Cooler.
a. Mengumpulkan semua data geometri (dari CAD maupun 2D drawing) dan kondisi operasional yang meliputi besar aliran terak (clinker flow rates baik “normal” maupun “peak” operation), temperature maupun pressure pada Clinker Grate Cooler .
b. Membuat model geometri 3D dengan menggunakan software CAD .
c. Membuat sel-sel komputasi dengan memakai utility tools dari OpenFOAM.
d. Mempersiapkan boundary conditions, initial conditions, metoda numerik, model turbulensi, dan lainnya di OpenFOAM.
e. Melakukan simulasi CFD dalam server.
f. Melakukan post-processing hasil dari simulasi CFD dengan membuat gambar maupun animasi dari distribusi temperature, kecepatan dan tekanan di beberapa area yang diperlukan seperti di dekat “Bull nose” dll.
g. Melakukan validasi hasil simulasi CFD dengan hasil pengukuran di lapangan.
h. Membuat laporan hasil simulasi CFD dan memberikan rekomendasi peningkatan performasi Cooler.
2. Simulasi
CFD untuk modifikasi konfigurasi mendapatkan kondisi diinginkan.
3. Simulasi
CFD untuk mempelajari pengaruh volume dan distribusi udara pendingin
4. CO
Engineering, berupa training penggunaan CFD serta transfer knowledge.
PELAKSANAAN PENELITIAN :
a. Studi Perbandingan Outlet Split
Sebelum melakukan simulasi CFD untuk melihat dan mempelajari akar permasalahan terjadinya kerusakan di bullnose di clinker grate cooler Tuban 2, terlebih dahulu diakukan simulasi-simulasi untuk membandingkan kondisi “Measurement split” dengan “ Split 15%”.
Tujuannya adalah untuk melihat outlet split mana yang lebih realistis untuk dijadikan sebagai kondisi operasi dalam studi-studi berikutnya.
Tujuannya adalah untuk melihat outlet split mana yang lebih realistis untuk dijadikan sebagai kondisi operasi dalam studi-studi berikutnya.
Gambar dibawah menunjukkan hasil analisa CFD berupa distribusi temperatur (K), kecepatan udara (m/s), dan tekanan (Pa) di penampang tengah (bidang XZ) clinker grate cooler Tuban 2 untuk kedua scenario outlet split, yaitu “Measurement Split” (53.45% : 20.53% : 26.01%) dan
“Split 15%” ( 15.29% : 25.03% : 59.68%).
“Split 15%” ( 15.29% : 25.03% : 59.68%).
Dari hasil-hasil simulasi di atas, diindikasikan bahwa: a. Proporsi split sangat mempengaruhi kondisi aliran udara didalam cooler. Untuk kasus “measurement split” dimana proporsi secondary air diasumsikan dominan (53.45%), terbentuk aliran udara berkecepatan tinggi (hingga 20 m/s) dan bertekanan rendah pada daerah ujung kiln hingga bullnose. Untuk kasus “Split 15%”, profil kecepatan dan tekanan udara lebih realistis. b. Split 15% memberikan alokasi aliran udara panas yang seimbang. Udara panas dialirkan ke kiln dan TAD dengan proporsi yang seimbang. c. Terbentuk gradien temperatur yang besar di daerah excess outlet. Gradien temperatur yang besar ini terjadi untuk kedua kasus. d. Untuk kasus Measurement Split, hasil simulasi CFD menunjukkan bahwa tekanan di kilnhood lebih rendah daripada di excess, dengan perbedaan sekitar 100 Pa. Hal ini tidak konsisten terhadap data pengukuran yang ada, dimana tekanan di kilnhood tercatat 175 Pa lebih tinggi dibanding tekanan di excess. Untuk kasus Split 15%, hasil simulasi CFD menunjukkan bahwa tekanan di kilnhood lebih tinggi dibanding tekanan di excess, dengan beda tekanan yang mendekati hasil pengukuran, yaitu 150 Pa. Oleh karena Split 15% memberikan perbedaan tekanan yang dekat dengan hasil pengukuran, maka analisa menyimpulkan bahwa kondisi split 15% adalah yang mendekati kondisi ril di grate Cooler Tuban 2. Dengan demikian, kondisi Split 15% akan digunakan untuk keperluan simulasi CFD selanjutnya.
b. Studi Aliran Udara
Gambar dibawah menunjukkan hasil analisa CFD (split 15%) berupa aliran udara (streamline) pada bagian depan, tengah, dan belakang clinker grate cooler Tuban 2. Gambar-gambar ini mengindikasikan bahwa udara didistribusikan dengan sangat seimbang ke ketiga outlet. Udara panas (dengan temperatur 1200-1500K) di sekitar kilnhood mengalir menuju kiln. Udara dari daerah pertengahan cooler, yang mayoritas memiliki temperatur menengah (800 - 1200K) mengalir menuju tertiary outlet, sedangkan udara dingin (kurang dari 800K) di daerah belakang cooler mengalir menuju excess outlet.
Separasi antara udara yang mengalir menuju ke kiln dan udara yang menuju ke tertiary outlet terjadi di area di bawah bullnose. Separasi antara udara yang mengalir menuju tertiary outlet dan excess outlet terjadi di bawah-ujung tertiary outlet (lihat Gambar 5).
Gambar 6 menunjukkan distribusi temperatur udara di dekat permukaan dalam clinker grate cooler Tuban 2, dilihat dari dalam dan luar cooler. Temperatur udara di sekitar permukaan bullnose sangat tinggi (1500K). Gambar 7 menunjukkan distribusi kecepatan udara di dekat permukaan dalam clinker grate cooler Tuban 2, dilihat dari dalam dan luar cooler. Kecepatan udara di sekitar permukaan bullnose adalah 2-5 m/s. Kombinasi kondisi ini memungkinkan terjadinya erosi terhadap permukaan dinding clinker grate cooler. Distribusi temperatur dan kecepatan udara di sekitar bullnose pada penampang clinker cooler grate cooler Tuban 2, lengkap dengan garis konturnya, dapat dilihat pada Gambar 8.
HASIL & KESIMPULAN :
Kesimpulan dari penyelenggaraan penelitian dan pengembangan redesign geometri clinker grate cooler di lingkungan PT. Semen Indonesia melalui analisa CFD (Computational Fluid Dynamics) yang telah dilaksanakan ini adalah sebagai berikut:
a) Studi perbandingan outlet split:
Proporsi split sangat mempengaruhi kondisi aliran udara di dalam cooler. Split 15% memberikan alokasi aliran udara panas yang seimbang dan memberikan nilai perbedaan tekanan antara kilnhood dan excess outlet yang mendekati nilai dari pengukuran. Hasil simulasi menunjukan bahwa kondisi Split 15% mendekati kondisi riil di dalam clinker grate cooler.
b) Studi aliran udara cooler Tuban 2:
Daerah bullnose dilewati oleh udara dengan temperatur yang tinggi, yaitu sekitar 1500 K (~1200 C), dan kecepatan udara 2 – 5 m/s. Temperatur tinggi ini potensial menyebabkan terjadinya erosi terhadap permukaan dinding bullnose.
c) Studi cooler TLCC:
Debit udara per kg clinker di TLCC 7% lebih tinggi dibandingkan di Tuban 2, dengan proporsi debit pendinginan di awal cooler yang tinggi. Kapasitas di TLCC (71.9 kg/s) lebih rendah dibanding di Tuban 2 (98.06 kg/s). Temperatur terak di TLCC lebih cepat turun dibanding 33 Tuban 2, dengan temperatur terak di outlet TLCC lebih rendah sekitar 300 C. TAD berada di kilnhood dan outlet tersier dimasuki oleh udara dengan temperature sedang (1000 K) sehingga bullnose terlindungi dari udara temperatur tinggi.
d) Studi optimasi geometri bullnose di Tuban 2:
Dari 5 modifikasi geometri yang dievaluasi, modifikasi yang memberikan hasil optimal adalah Modifikasi #5 dimana lokasi bullnose diposisikan 13 m dari ujung kiln dan TAD dipindahkan ke kilnhood. Dengan Modifikasi #5, temperatur di daerah bullnose dapat diturunkan (menjadi 1100K) dengan kecepatan udara rendah (4 m/s) sehingga potensi erosi menjadi sangat rendah. Dengan Modifikasi #1 (bentuk bullnose dirubah) dan Modifikasi #3 (penambahan struktur), kecepatan dapat diturunkan (menjadi 2-4 m/s) namun temperatur tetap tinggi (1400-1500K). Dengan Modifikasi #2 (bullnose dimundurkan, TAD dipindah ke kilnhood) dan Modifikasi #4 (TAD dipindah ke kilnhood),
temperatur di daerah bullnose dapat diturunkan (menjadi 1000-1100K), namun kecepatan udara menjadi sangat tinggi (25 m/s).
temperatur di daerah bullnose dapat diturunkan (menjadi 1000-1100K), namun kecepatan udara menjadi sangat tinggi (25 m/s).
e) Studi optimasi distribusi debit fan cooler Tuban 2:
Peningkatan efektivitas dapat dilakukan dengan menggunakan distribusi udara dengan skenario: i. debit fan (Z-velocity) udara pendingin mengikuti fungsi quadratic dengan minimum di bagian tengah dan ii. distribusi debit fan (Z-velocity) udara pendingin mengikuti fungsi linier dengan debit lebih tinggi di bagian awal. Diharapkan PT. Semen Indonesia dapat melakukan “physical test” untuk pembuktian.
f) Evaluasi geometri cooler Tuban 4:
Cooler Tuban 4 sangat baik karena tidak terlalu panjang (34.1 m), lebih lebar (lebar 6.2 m) dari cooler di Tuban 2 dan TLCC, dengan posisi bullnose yang cukup jauh dari ujung kiln (~8.5 m), dan TAD dilokasikan di kilnhood. Indikasi-indikasi tersebut menunjukan bahwa performasi Tuban 4 akan lebih baik daripada Tuban 2.
Demikian hasil PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN REDESIGN GEOMETRI CLINKER COOLER MELALUI ANALISA CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS).
Semoga bermanfaat.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus